Berdasarkan informasi yang diterima, korban mengalami kekerasan fisik brutal: dipukul, diikat, dan dibakar dengan rokok sejak pukul 22.00 WIB hingga 08.00 WIB keesokan harinya. Ironisnya, peristiwa itu disaksikan oleh warga sekitar yang justru diam, bahkan menjadikannya tontonan.
Ayah korban telah melaporkan kasus ini ke Polres Padang Lawas pada 27 Juni 2025, tercatat dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor B/193/VI/2025. Hingga kini, 10 Agustus 2025, belum ada kejelasan proses hukum.
Muniruddin menegaskan, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng nilai kemanusiaan.
“Ini bentuk penyiksaan yang sangat biadab terhadap anak. Tidak ada alasan yang dapat membenarkan kekerasan seperti ini. Warga yang membiarkan bahkan menganggapnya hiburan sama saja turut berpartisipasi dalam kejahatan,” tegasnya.
LPA Sumut juga menyoroti dugaan adanya perlindungan terhadap pelaku oleh oknum Polres Padang Lawas.
“Jika benar aparat penegak hukum tidak serius memproses pelaku, bahkan melindungi, maka ini adalah pengkhianatan terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak dan KUHP,” ujarnya.
LPA Sumut mendesak:
- Kapolda Sumatera Utara segera mengambil alih penanganan kasus untuk menjamin transparansi hukum.
- Memproses semua pelaku tanpa pandang bulu, termasuk pihak yang membiarkan dan menonton penyiksaan.
- Memberikan perlindungan serta pemulihan psikologis bagi korban.
Muniruddin mengingatkan, pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat hukuman maksimal 15 tahun penjara sesuai UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Negara tidak boleh kalah dari pelaku kejahatan terhadap anak,” pungkasnya. (PS/210)
