Ketua Fraksi Golkar DPRD Tapsel, Andesmar Siregar, Siap Gelar Pansus Terkait Tuntutan Masyarakat Angkola Timur dan Sipirok

/ Selasa, 09 September 2025 / 18.19.00 WIB

POSKOTASUMATERA.COM – TAPANULI SELATAN –Ratusan warga dari Kecamatan Angkola Timur dan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, tumpah ruah di depan Kantor DPRD Tapsel, Senin (8/9/2025). Dengan wajah penuh kelelahan namun tetap menyimpan harapan, mereka datang bukan sekadar berorasi, melainkan menyuarakan nasib dan masa depan anak cucu mereka. Di balik teriknya matahari, suara lantang warga menggema: menuntut penyelesaian konflik agraria dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang telah lama membelenggu kehidupan mereka.

Masyarakat menuding adanya perampasan lahan, intimidasi, hingga penetapan tapal batas yang merugikan. Bagi mereka, tanah bukan hanya soal harta, tetapi sumber kehidupan. “Kami ini hanya petani kecil. Kalau tanah dirampas, bagaimana kami bisa menanam? Bagaimana kami memberi makan keluarga kami?” ujar seorang petani dari Sipirok dengan suara lirih.

Seorang warga Angkola Timur pun menambahkan dengan mata berkaca-kaca, “Tanah ini bukan hanya harta, tapi warisan dari leluhur kami. Kalau tanah hilang, berarti hilang juga kehidupan kami.”

Di tengah kerumunan massa, seorang ibu muda tampak menggendong anaknya. Dengan nada penuh harap ia berkata, “Kami tidak minta banyak, hanya ingin tanah kami kembali. Biar kami bisa hidup dari hasil keringat sendiri, bukan dari belas kasihan orang lain.”

Tak ketinggalan suara pemuda tani juga ikut menggema, menyuarakan kegelisahan generasinya. “Selama ini kami sudah terlalu sering dipinggirkan. Hari ini kami datang supaya suara kami benar-benar didengar,” ungkapnya penuh keyakinan.

Di tengah riuh massa, hadir sosok Andesmar Siregar, Ketua Fraksi Golkar DPRD Tapsel sekaligus putra asli Desa Marancar Allohu Akbar. Dengan suara bergetar, ia menyampaikan komitmennya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus). “Insya Allah dengan secepatnya akan kita gelar Pansus. Mari kita bicara dari hati nurani. Kalau benar, katakan benar, kalau salah, katakan salah. Perjuangan masyarakat ini hanya untuk makan dan mempertahankan haknya,” ucapnya di hadapan warga yang menyambut dengan tepuk tangan haru.

Tujuh poin tuntutan disampaikan dalam aksi itu. Mulai dari pencabutan notulen rapat Forkopimda terkait izin PT TPL, kejelasan soal konsesi 13.265 hektar yang melebar jadi 14.496,41 hektar, hingga ganti rugi atas lahan perkebunan yang kini tak lagi bisa mereka kelola. Bagi masyarakat, tuntutan itu bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan jeritan hati akibat kehilangan tanah warisan leluhur.

Konflik ini sesungguhnya bukan persoalan baru. Ia mencerminkan wajah ketidakadilan struktural yang seringkali menempatkan masyarakat kecil di posisi paling lemah. Tanah yang mestinya menjadi sumber hidup, berubah menjadi sumber konflik. Seorang ibu dari Angkola Timur bahkan berbisik lirih, “Kami ingin anak-anak kami bisa sekolah, makan dari tanah kami sendiri. Bukan dari belas kasihan.”

Kehadiran DPRD melalui langkah pansus memberi setitik cahaya di tengah kegelapan panjang perjuangan rakyat kecil. Aksi damai itu menjadi bukti bahwa meski tertindas, masyarakat tetap memilih jalur bermartabat: menyampaikan aspirasi tanpa kekerasan. Mereka percaya suara rakyat, meski lirih, tetap layak didengar.

Di akhir orasinya, Andesmar menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar tugas politik, tetapi panggilan moral. “Satu doa kita, mudah-mudahan hak-hak masyarakat selesai secepatnya,” pungkasnya. Dan di tengah sorak sorai massa, harapan pun menggantung di langit Tapanuli Selatan: semoga suara kecil itu benar-benar menjadi perubahan besar.(PS/BERMAWI)




Komentar Anda

Terkini: