Bupati Humbang Hasundutan Santap Roti Kaleng di Tengah Lumpur: Kisah Keteladanan, Kerendahan Hati, Dan Kepedulian Tanpa Batas

/ Minggu, 14 Desember 2025 / 20.15.00 WIB

 

POSKOTASUMATERA.COM-HUMBAHAS,- Hujan tak kunjung berhenti sejak dini hari. Langit gelap, udara dingin menusuk, dan tanah yang becek bercampur lumpur membuat akses di beberapa titik di Kabupaten Humbang Hasundutan semakin sulit dilalui.

Namun di tengah kondisi yang berat itu, para petugas lapangan tetap bekerja—mengangkut tanah, membersihkan saluran air, dan mencoba mengembalikan jalur yang tertutup banjir dan longsor.

Di antara mereka, terlihat seorang sosok yang tidak hanya datang untuk melihat, tetapi benar-benar hadir untuk merasakan: Bupati Humbang Hasundutan, Dr. Oloan Paniaran Nababan, SH, MH.

Lokasi bencana bukan sekadar agenda formal. Tanpa jarak, tanpa karpet merah, tanpa payung khusus—beliau berjalan mengikuti jejak para petugas yang sedang bekerja. Sepatu beliau juga berlumpur, pakaiannya basah oleh hujan yang tak henti turun. Namun, tidak ada sedikit pun keluhan di wajahnya.

Bupati menyapa setiap petugas, memeriksa kondisi alat berat, menanyakan ketersediaan logistik, hingga memastikan bahwa jalur evakuasi masyarakat tetap terbuka.

Beberapa petugas mengangguk kagum melihat kehadiran beliau yang begitu dekat dan tulus.

Setelah beberapa jam di lapangan, waktu istirahat tiba. Para petugas duduk di pinggir jalan yang berlumpur, membuka perbekalan seadanya. Roti kaleng menjadi pilihan paling aman dan paling cepat untuk mengisi tenaga.

Tanpa menunggu disiapkan makanan khusus, tanpa meminta protokoler untuk mencarikan hidangan lain, Bupati mengambil satu kaleng roti sederhana, duduk bersama para petugas, dan membuka kaleng tersebut dengan tangannya sendiri.

Tidak ada kamera yang diarahkan, tidak ada pencitraan. Yang ada hanya sebuah ketulusan dan kebersamaan.

Dengan nada lembut, beliau berkata: “Ima do adong, roti on ma hita mangan. Na penting hita satu rohanta, satu tujuan demi masyarakat.”

Para petugas yang mendengar kata-kata itu terdiam sesaat. Bukan karena roti kaleng itu istimewa, tetapi karena pemimpin mereka memilih untuk tidak membedakan dirinya dari orang-orang yang sedang bekerja keras.

Bupati Oloan memahami bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang membuat kebijakan atau mengeluarkan instruksi. Kepemimpinan adalah tentang hadir dalam kondisi paling sulit, tentang membagi rasa, tentang membuat orang lain merasa dihargai.

Beliau kembali menambahkan: “Dison ma dongan ta. Di lapangan on hita mandok tu dirinta sandiri: hita do parhobas ni hatoban on.”

Ungkapan itu seperti angin penguat bagi para petugas. Mereka merasa bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia, karena ada pemimpin yang benar-benar melihat dan mengakui jerih payah mereka.

Hujan semakin deras, namun semangat para petugas tidak surut. Bupati terus memantau pekerjaan, memeriksa titik rawan, dan berdiskusi mengenai langkah-langkah percepatan pekerjaan.
Beliau memastikan:

  • alat berat tetap beroperasi,
  • logistik makanan dan air minum cukup,
  • pengamanan di titik rawan longsor diperketat,
  • prioritas perbaikan akses menuju permukiman warga dijalankan duluan.

Tidak hanya itu, beliau juga meminta agar kesehatan petugas menjadi perhatian, terutama mengingat cuaca yang tidak bersahabat.

Sebelum meninggalkan lokasi, Bupati mengajak seluruh petugas untuk sejenak menundukkan kepala.

Dengan suara yang tenang namun penuh harapan, beliau berdoa:“Sai pasupasu Tuhan ma hita sude… Sai jadi leleng rohanta. Humbang Hasundutan ndang olo kalah, selama hita tetap satu hati. ”Beberapa petugas menahan haru.

Ada yang berkata pelan, “Jarang ada pemimpin seperti ini.”Ada juga yang menyeka mata, antara lelah dan tersentuh.

Roti kaleng itu mungkin sederhana. Namun makna yang terkandung di dalamnya sangat besar.
Tindakan Bupati bukan hanya tentang makan bersama, tetapi tentang menyampaikan pesan besar:

bahwa kemanusiaan selalu lebih penting daripada protokol. seorang pemimpin harus merasakan apa yang dirasakan rakyatnya, bahwa kebersamaan adalah kekuatan terbesar dalam menghadapi bencana.

Dalam suasana penuh lumpur dan dingin hujan, roti kaleng itu berubah menjadi simbol solidaritas, kerendahan hati, dan kasih terhadap sesama. Peristiwa itu mungkin tidak tertulis di dokumen pemerintah, tetapi akan tinggal lama di dalam hati para petugas yang menyaksikannya. Di tengah hiruk-pikuk bencana, justru tindakan paling sederhana itulah yang menyentuh paling dalam.

Seorang pemimpin yang rela duduk di tanah berlumpur, makan roti kaleng bersama petugas, dan menguatkan mereka dengan kata-kata penuh kasih—itulah yang membuat masyarakat percaya bahwa Humbang Hasundutan berada di tangan yang tepat.

Dan dari momen kecil itu, tumbuh keyakinan bahwa daerah ini tidak hanya bisa pulih, tetapi bisa bangkit lebih kuat, selama tetap satu hati dan satu langkah. (PS/BN) 

Komentar Anda

Terkini: