Anggun dan Elegant nya Perempuan Dalam Pakaian Adat Minang Dipakai Puan Maharani di Perayaan HUT RI ke 76

/ Rabu, 18 Agustus 2021 / 16.07.00 WIB

 


POSKOTASUMATERA.COM-JAKARTA-Ketua DPR Puan Maharani mengenakan pakaian adat Minangkabau saat membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan ke-76 RI di Istana Negara amat diapresiasi semua pihak dan dinilai amat anggun yang menunjukkan Perempuan Minang yang amat elegant dan cerdas. 

“Mbak Puan pas banget dengan busana minang. Terlihat anggun dan semakin cantik, dengan saya pikir semua orang Minang baik di ranah Minang maupun di perantauan berpendapat sama tentang hal ini. Semakin memperlihatkan bahwa garis keturunan Minangkabau sangat nyata dan kental dalam tubuh dan jiwa Mba Puan. Saya yakin kebanggaan yang sama juga dirasakan oleh seluruh masyarakat Sumatera Barat,” kata Anggota DPR RI H Arteria Dahlan ST SH MH, Selasa (17/8/2021). 

Pria berdarah Minang ini menjelaskan, Puan Maharani tidak hanya ingin memperkenalkan budaya Minangkabau lewat pakaian adat atau baju adat yang berasal dari Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat namun melalui busana itu, banyak makna yang bisa dihadirkan.

“Kalau orang minang paham itu, itu bukan pakaian biasa dan dipakai dalam forum yang sangat sakral, sudah tepat sebagai bundo kanduangnya urang minang beliau memakainya dalam situasi sakral, memperlihatkan dwi tunggal Soekarno-Hatta, kental pesan napak tilas pembacaan teks proklamasi oleh beliau Cucu biologis dan ideologis Proklamator Bung Karno sekaligus juga mewakili Bung Hatta yang berdarah minang,” kata anggota Fraksi PDIP DPR RI ini. 

Dikatakannya, Mbak Puan Maharani juga ingin menyampaikan pesan, karena pakaian tersebut sebagai simbol kebesaran, kemegahan, dan kemuliaan perempuan di Minangkabau. 

“Sebagai bundo kanduangnya orang minangkabau, beliau paham betul bahwa Kehormatan dan kebesaran perempuan Minangkabau ditunjukkan melalui pakaian yang ia kenakan. Tidak hanya garis matrilineal, pakaian itu menunjukkan perempuan Minang itu egaliter, sangat bertanggung jawab dan menjadi poros keluarga serta tidak berada di bawah otokrasi suaminya. Karen kaum lelaki biasanya pergi merantau,” katanya. 

Puan Maharani lanjut Arteria, juga ingin menyampaikan pesan, banggalah menjadi perempuan, khususnya bagi Perempuan Minang di manapun berada akan berpakaian Minang. 

“Perempuanlah yang memiliki harta pusaka, bapandam bapakuburan, sehingga tidak terpengaruh dari budaya yang dibawa oleh suaminya, oleh karena itu ia tetap menggunakan pakaian kebesaran nagari tempat ia berasal. Perempuan itu lah yang akan melahirkan dan membentuk para penerus-penerus bangsa. Melanjutkan sekaligus membuat sejarah baru bagi suku maupun kaumnya,” terangnya. 

Dia berharap. semoga semakin membuat orang minang bangga dengan Mbak Puan Maharani yang Minang banget, baik dalam pemikiran, tindakan maupun kebijakan. “Kenali lebih dekat beliau, pastinya membanggakan. Beliau tokoh muda dengan segudang capaian prestasi, aset dan sekaligus kebanggaan orang minang, baik di ranah minang maupun di perantauan,” pungkas Arteria Dahlan. 

Sebelumnya, Ketua Umum Organisasi Bundo Kanduang Minangkabau Sumatera Barat, Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib mengaku sangat bangga melihat Puan Maharani menggunakan pakaian adat minangkabau tersebut.

"Secara tidak langsung, Puan ikut memperkenalkan Budaya Minangkabau lewat pakaian adat yang terkenal dengan sistem matrilineal," kata Raudah Thaib dilansir CNNIndonesia.com Selasa (17/8/2021).

Sastrawan Minangkabau itu juga mengatakan pakaian yang digunakan Puan tersebut merupakan pakaian adat yang berasal dari Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat. Namun sudah dilakukan beberapa modifikasi pada beberapa detailnya.

Pakaian adat Lintau yang digunakan Puan, kata Raudah bernama Takuluak Tanduak Balenggek, yang digunakan oleh perempuan keturunan Raja Minang atau anak Penghulu pada saat baralek atau pesta pernikahan. Takuluak berarti kain untuk menutup rambut dan kepala, tanduak artinya tanduk, karena merujuk tanduk kerbau yang menjadi ciri khas Minangkabau, sedangkan balenggek memiliki arti bertingkat.

"Pakaian itu dikenakan oleh perempuan Minangkabau pada saat baralek gadang (pesta pernikahan). Namun yang boleh menggunakan itu hanya kemenakan rajo atau anak penghulu Minangkabau," jelas Raudah Thaib. (PS/IRFANDI/NET)

 

Komentar Anda

Terkini: