POSKOTASUMATERA.COM – TAPANULI SELATAN — Penguatan sistem kelembagaan pengawasan pemilu menjadi fokus utama dalam kegiatan bertajuk “Penguatan Kelembagaan Komisi II DPR RI Bersama Mitra Kerja Bawaslu Kabupaten Tapanuli Selatan” yang digelar di Aula Tor Sibohi Hotel Sipirok, Jumat (10/10/2025). Kegiatan ini menghadirkan 45 peserta dari berbagai unsur kelembagaan, akademisi, serta masyarakat sipil. Dan juga dihadiri Forkkpimda mewakil Kapolres Tapanuli Selatan, Mewakili Kajari Tapsel, Mewakili Dandim 0212 Tapsel. Forum ini tidak hanya menjadi ruang sosialisasi, tetapi juga wahana ilmiah untuk menganalisis arah pembangunan demokrasi lokal yang partisipatif dan berintegritas di daerah.
Secara konseptual, kegiatan ini mencerminkan penerapan paradigma collaborative governance, yakni tata kelola pemerintahan yang menekankan pentingnya sinergi antara lembaga negara dan masyarakat sipil dalam perumusan serta pengawasan kebijakan publik. Dalam konteks penyelenggaraan pemilu, pendekatan ini menjadi penting untuk memastikan demokrasi tidak berhenti pada proses elektoral semata, tetapi berkembang secara substantif melalui partisipasi publik yang aktif, transparan, dan berlandaskan nilai-nilai keadilan sosial.
Koordinator Sekretariat Bawaslu Tapanuli Selatan, Rina Kherawati, S.Sos., menekankan bahwa penguatan kelembagaan tidak hanya berbicara soal struktur organisasi, tetapi juga mengenai pembangunan budaya integritas dan kapasitas sumber daya manusia. “Bawaslu harus mampu bergerak adaptif terhadap dinamika politik, bukan sekadar reaktif terhadap pelanggaran. Pengawasan yang efektif membutuhkan kolaborasi lintas aktor—baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat sipil,” tegasnya dalam laporan kegiatan.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Tapanuli Selatan, Taufik Hidayat, S.E., M.M., menyoroti pentingnya dukungan anggaran bagi lembaga pengawas pemilu agar fungsi pengawasan berjalan optimal. Ia menjelaskan bahwa efisiensi anggaran berimbas pada terbatasnya kegiatan lapangan, termasuk koordinasi dengan KPU dan pemerintah daerah. “Perjalanan dinas yang hanya berkisar Rp15 juta per tahun tidak sebanding dengan banyaknya tugas non-tahapan seperti uji petik data pemilih dan validasi lapangan. Keterbatasan ini harus direspons dengan solusi kelembagaan yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Dari sisi kebijakan publik, Asisten I Sekda Tapanuli Selatan, Hamdan Zein Harahap, S.H., menegaskan bahwa penguatan kelembagaan pengawasan pemilu merupakan bentuk investasi demokrasi jangka panjang. Ia menyebut stabilitas kelembagaan sebagai prasyarat utama dalam menjaga checks and balances di tingkat daerah. “Demokrasi yang sehat bukan hanya lahir dari euforia politik, melainkan dari kepercayaan publik yang tumbuh melalui transparansi, konsistensi, dan rasionalitas dalam setiap proses pemerintahan,” ujarnya penuh refleksi.
Dalam sesi ilmiah, Joko Arif Budiono, Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Utara, mengemukakan data empirik yang menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Bawaslu mencapai lebih dari 75 persen. Ia bahkan menyebut Tapanuli Selatan sebagai “laboratorium demokrasi” karena tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu. “Demokrasi yang berkualitas ditentukan bukan hanya oleh jumlah pemilih, tetapi juga oleh keberanian masyarakat menjadi pengawas aktif terhadap proses politik,” katanya.
Sementara itu, pandangan strategis datang dari Andar Amin Harahap, S.STP., M.Si., Anggota Komisi II DPR RI, yang diwakili oleh Barli Hakim Siregar dan Aswad Rambe. Mereka menegaskan bahwa penguatan Bawaslu perlu berbasis riset kebijakan dan analisis sosial-politik. “Pengawasan pemilu harus didekati secara ilmiah agar Bawaslu tidak sekadar menjadi lembaga hukum, tetapi juga pusat pengetahuan demokrasi yang berkontribusi pada kualitas tata kelola pemerintahan,” ujar Aswad. Forum pun menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, termasuk perlunya redefinisi kewenangan Bawaslu agar memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat terhadap pelanggaran administratif pemilu.
Secara ilmiah, kegiatan ini menegaskan bahwa penguatan kelembagaan demokrasi harus dilakukan melalui sinergi multipihak. Kolaborasi antara DPR RI, Bawaslu, dan masyarakat sipil di Tapanuli Selatan bukan sekadar rutinitas kelembagaan, melainkan refleksi nyata dari proses democracy with integrity—demokrasi yang tidak hanya memilih pemimpin, tetapi juga membangun kesadaran politik, keadilan sosial, dan kemandirian warga sebagai fondasi bangsa yang beradab.(PS/BERMAWI)

